Keluarga
adalah harta yang paling berharga bagiku, keluarga adalah tempat aku kembali di
dunia ini. Sejauh apapun aku pergi, aku ingin keluarga menjadi pelabuhanku, Tanpa
mereka siapalah aku ini, tanpa orangtua dan saudara apalah aku ini.
Rasa
terimakasih yang teramat tulus akan selalu aku sampaikan kepada kedua
orangtuaku yang luar biasa. segala pengorbanan, segala peluh keringat dan kerja
kerasnya selama ini. Juga kasih sayang yang tidak pernah luntur sampai kapanpun
juga.
Permintaan
maaf yang akan selalu aku ungkapkan padanya, pasti pernah sekali waktu
aku menyakiti hati kedua orangtuaku entah itu sengaja ataupun tidak disengaja.
Begitupun
arti saudara menurutku sangatlah berperan dalam kesuksesan kehidupanku, saudara
adalah suporting, saudara adalah tempat mencurahlah segalanya, saudara adalah
orang yang satu visi dan misi untuk sama-sama membahagiakan orangtua.
Syukur
tiada henti aku sanjungkan kepada allah, bahwa allah masih memberikanku nafas
hingga hari ini, memberikanku kesempatan untuk terus belajar dan memperbaiki
diri. merasa masih menjadi manusia yang bodoh dan butuh bimbingan terutama dari
orangtua. juga do’a tulus mereka masih saya pinta untuk menemani hari-hari yang
aku lalui menjadi sebuah keberkahan hidup.
Apalah
daya kita sebagai seorang anak manusia di dunia ini, bukan menjadi apa dan
siapa-siapa jika kita mengabaikan orangtua kita, mengabaikan manusia keramat di
dunia ini. Yah..merekalah orangtua kita.
Mungkin
saat ini kita telah menjadi seorang istri bahkan seorang ibu, tetapi kita juga
masih menjadi seorang anak yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan
hormat kepada orangtua, tugas kita sebagai anak yakni membahagiakan mereka.
Membahagiakan
mereka tidak hanya dari segi materi saja, walaupun materi juga di butuhkan
untuk menciptakan sebuah kebahagiaan. Tetapi janganlah selalu mengukur
kebahagiaan hanya dengan materi saja.
Dalam
kehidupan keluarga, ibu adalah sebagai tonggak utama agen perubahan, karena
nasib generasi selanjutnya ada di tangan seorang ibu yang bisa mendidik anaknya
dengan baik pula, ingatlah bahwa ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya.
Menjadi
hal yang wajib dimiliki seorang ibu, yakni berpengetahuan tinggi artinya
pengetahuan tinggi itu tidak selalu di kaitkan dengan adanya gelar di depan
atau belakang nama seseorang, tetapi lebih ke arah bagimana seorang ibu mau
terus belajar, untuk memperbaiki dirinya dan memantaskan diri menjadi orangtua.
Karena
hakikatnya semua anak itu terlahir istimewa, kemudian bagaimana orangtuanya
memantaskan diri itu adalah tugas yang paling utama.
Anak-anak
itu terlahir bukan tidak membawa apapun, mereka terlahir telah membawa
fitrahnya masing-masing dan tugas kita adalah menemani mereka menumbuhkan
fitrah yang telah ada dalam diri mereka.
Sebagai
istri kini kita harus taat kepada suami, tetapi sebagai anak kita pun harus
sukses sebagai bukti kerja keras orangtua yang telah menyekolahkan kita.
Silahkan
jika kita ingin sukses, kita pun tidak di larang untuk bermimpi, tapi ingatlah
definisi sukses itu luas. Apakah kita memaknai kesuksesan itu hanya dari segi
materi yang berlimpah, atau dari segi kemuliaan hidup yang kita dapatkan.
Seringnya
kita mendefinisikan kesuksesan hanya dengan materi, ada orangtua yang
menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi kemudian harapan terbesar
orangtua adalah, ketika nanti anaknya lulus dan bekerja mendapatkan gaji besar,
kemudian dituntut untuk bisa membantu perekomian keluarga.
Hal
ini memang tidak salah, juga bisa jadi tidak benar. Dikatakan salah jika hanya
orientasinya hanya timbal balik materi yang pernah di berikan orangtua kepada
anaknya, maka disini nilai keikhlasan pun menjadi berkurang. menjadi benar
karena sudah kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orangtuanya,
membahagiakan orangtua dan saudara-saudaranya.
Di
zaman sekarang ini, dengan adanya faham kesetaraan gender yang telah mengakar
begitu kuat di masyarakat kita, kadang menjadikan wanita itu tidak percaya diri
dengan perannya di ranah domestik.
Jika
wanita tidak turut serta di ranah publik, masyarakat masih menganggap hal yang
rendahan. Entahlah saya juga tidak memahami hal ini dan merasa ketidakadilan
yang menimpa kaum perempuan justru menjadikan kaum perempuan bangga terhadap
hal ini.
Mereka
rela di gaji sebulan 200 ribu, setiap hari meninggalkan anak dan di asuh oleh
oranglain, padahal hati mereka menjerit perih. Ketika harus meninggalkan si
buah hati, ingin rasanya menemaninya setiap hari, ingin rasanya resign dan menikmati kebersamaan dan
menyaksikan tumbuh kembangnya langsung, bukan lewat cerita kakek neneknya atau
pengasuhnya.
Siapa
sih sebetulnya yang memaksa wanita untuk tetap berkarir? Sehingga dia enggan
melepaskan label wanita karir, dan menyandang gelar baru sebagai ibu rumah
tangga biasa, sehingga begitu sulit dan enggan di lakukan.
Saya
sangat sedih ketika melihat hal tersebut, banyak teman-teman saya yang sekarang
masih berkarir dan memiliki anak balita terutama, setiap pagi mau berangkat
kerja, ada kalanya anak menangis tidak mau lepas dari ibunya. Sedih luar biasa,
tetapi bagaimana dengan tugasnya di kantor sudah menunggu. Dan dia lebih
memilih untuk tetap meninggalkan anaknya dan tidak menghiraukan tangisnya,
hanya di tepis dengan perkataan menenangkan diri untuk sesaat, ah..nanti juga
diam sendiri.
Entah
apa yang terjadi dirumah dengan anak kita, kita pun tidak tahu. Entah anak itu
bisa apa sekarang pun kita sebagai ibunya tidak tahu, segala perkembangan anak
kita yang pertama tahu adalah kakek neneknya atau pengasuhnya, apa kita sebagai
ibu tidak bersedih.
Tidak
ada ibu yang ingin jauh dari anaknya, begitu juga anak ingin selalu lekat
dengan ibunya, tidak mau ibunda tercinta meninggalkannya bahkan setiap hari,
apalagi di usia balita, yang sudah kita fahami bahwa di usia itulah seharusnya
ibu selalu hadir untuk menemaninya, bukan ketika sepulang kerja setelah waktu
sisa baru kita membersamainya.
Kualitasnya
akan berbeda ketika kita memberikan anak kita dengan waktu yang tersisa,
setelah seharian kita bergelut dengan pekerjaan. dan seorang ibu yang seharian
penuh membersamai anak, menemaninya bermain sambil belajar.
Disini
saya tidak akan berbicara tentang siapa yang paling baik dan siapa yang kurang
baik, menjadi ibu sejatinya dimana pun, entah itu di ranah publik atau di ranah
domestik itu sebenarnya kita sama-sama bekerja.
Hanya saja masyarakat kita sekarang ini
mengkotak-kotakan, kalau yang bekerja yah berkecimpung di ranah publik kalau
yang di ranah domestik itu tidak bekerja, eits..tungu sebentar, kata siapa di ranah domestik seorang
perempuan tidak bekerja? Justru pekerjaan seorang ibu rumah tangga itu tidak
ada habisnya, tetapi justru disinilah yang membuat perempuan tidak percaya
diri, karena minim penghargaan.
Di
masyarakat pedesaan di daerah saya khususnya, masih menganggap anak perempuanya
sukses ketika bisa berkarir, entah berapapun itu gajinya harus tetap dijalani,
walapun sebetulnya naluri sebagai seorang ibu menjerit, karena meninggalkan
anak untuk di asuh oleh oranglain, akhirnya tidak punya pilihan lain untuk
tetap menjalani karirnya.
Entahlah
apa sebenarnya yang mereka inginkan dalam hidup ini, saya tidak yakin mereka
punya satu mimpi yang ingin mereka wujudkan demi keluarga mereka, kalau bukan
hanya dari segi kemapanan materi saja.
Akhirnya
marilah kita sama-sama bercermin, melihat diri kita sendiri. Sudah pantaskah
kita menjadi orangtua, setiap anak itu unik. Anak-anak juga penuh dengan
kreatifitas, saya yakin seorang ibu tidak ingin melewatkan tumbuh kembang
anaknya barang sedetik pun. tetapi kemudian seorang perempuan apalagi sudah
menjadi seorang ibu akan di hadapkan dengan pilihan-pilihan sulit dalam
hidupnya.
Aku
pun pernah mengalaminya, berada di
posisi yang sangat sulit. Orangtua menginginkan aku tetap berkarir, sedangkan
suami ingin aku resign dan fokus mengurus anak, dilema yang sungguh luar biasa.
Hingga
akhirnya aku memutuskan untuk resign dan kini menjadi full time mom, yang aku
rasakan justru setiap hari aku semakin bersyukur, setiap hari aku semakin
bahagia menjalani hidup ini. setiap hari aku bisa memeluk anakku, Setiap hari
pula kita bermain bersama, tertawa bersama dan serangakaian
kebahagiaan-kebahagiaan yang tidak aku dapatkan dahulu ketika masih bekerja.
Dahulu
aku merasa sangat bersalah karena harus menitipkan anak sama orangtua, bukankah
aku sudah menyusahkan mereka sedari kecil, masa iya sekarang orangtua pun harus
kesusahan merawat anakku juga, menangis pilu hatiku saat itu.
Alhamdulillah
allah mengembalikan jalanku, jalan untuk selalu mencintainya. Di berikan waktu
yang begitu istimewa setiap hari untuk membersamainya, anak-anak itu tidak akan
lama bersama kita.
Waktu berjalan begitu cepat dan tidak terasa
anak kita sudah tumbuh dewasa, dan akan meninggalkan kita. Kita pun harus
bersiap akan datangnya waktu itu. sebelum waktu itu datang, Ukir dan patrilah
jiwa anak-anak kita, Didik dan rawatlah anak-anak kita dengan penuh kasih
sayang dan kesabaran.
Jadikan
keluarga tempat kembali mereka, sejauh apapun mereka melangkah. Sebagai apapun
dia kini berperan, jadikan keluarga adalah tempat berlabuhnya. Untuk
menumpahkan segala apa yang ada di benaknya.
Hanya
satu hal yang diinginkan anak untuk orangtuanya, dan satu hal pula yang
diinginkan orangtua untuk anaknya yakni kebahagiaan.