Selasa, 09 Mei 2017

Arti keluarga bagiku



Keluarga adalah harta yang paling berharga bagiku, keluarga adalah tempat aku kembali di dunia ini. Sejauh apapun aku pergi, aku ingin keluarga menjadi pelabuhanku, Tanpa mereka siapalah aku ini, tanpa orangtua dan saudara apalah aku ini.
Rasa terimakasih yang teramat tulus akan selalu aku sampaikan kepada kedua orangtuaku yang luar biasa. segala pengorbanan, segala peluh keringat dan kerja kerasnya selama ini. Juga kasih sayang yang tidak pernah luntur sampai kapanpun juga.
Permintaan maaf  yang akan selalu aku  ungkapkan padanya, pasti pernah sekali waktu aku menyakiti hati kedua orangtuaku entah itu sengaja ataupun tidak disengaja.
Begitupun arti saudara menurutku sangatlah berperan dalam kesuksesan kehidupanku, saudara adalah suporting, saudara adalah tempat mencurahlah segalanya, saudara adalah orang yang satu visi dan misi untuk sama-sama membahagiakan orangtua.
Syukur tiada henti aku sanjungkan kepada allah, bahwa allah masih memberikanku nafas hingga hari ini, memberikanku kesempatan untuk terus belajar dan memperbaiki diri. merasa masih menjadi manusia yang bodoh dan butuh bimbingan terutama dari orangtua. juga do’a tulus mereka masih saya pinta untuk menemani hari-hari yang aku lalui menjadi sebuah keberkahan hidup.
Apalah daya kita sebagai seorang anak manusia di dunia ini, bukan menjadi apa dan siapa-siapa jika kita mengabaikan orangtua kita, mengabaikan manusia keramat di dunia ini. Yah..merekalah orangtua kita.
Mungkin saat ini kita telah menjadi seorang istri bahkan seorang ibu, tetapi kita juga masih menjadi seorang anak yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan hormat kepada orangtua, tugas kita sebagai anak yakni membahagiakan mereka.
Membahagiakan mereka tidak hanya dari segi materi saja, walaupun materi juga di butuhkan untuk menciptakan sebuah kebahagiaan. Tetapi janganlah selalu mengukur kebahagiaan hanya dengan materi saja.
Dalam kehidupan keluarga, ibu adalah sebagai tonggak utama agen perubahan, karena nasib generasi selanjutnya ada di tangan seorang ibu yang bisa mendidik anaknya dengan baik pula, ingatlah bahwa ibu adalah sekolah pertama untuk anak-anaknya.
Menjadi hal yang wajib dimiliki seorang ibu, yakni berpengetahuan tinggi artinya pengetahuan tinggi itu tidak selalu di kaitkan dengan adanya gelar di depan atau belakang nama seseorang, tetapi lebih ke arah bagimana seorang ibu mau terus belajar, untuk memperbaiki dirinya dan memantaskan diri menjadi orangtua.
Karena hakikatnya semua anak itu terlahir istimewa, kemudian bagaimana orangtuanya memantaskan diri itu adalah tugas yang paling utama.
Anak-anak itu terlahir bukan tidak membawa apapun, mereka terlahir telah membawa fitrahnya masing-masing dan tugas kita adalah menemani mereka menumbuhkan fitrah yang telah ada dalam diri mereka.
Sebagai istri kini kita harus taat kepada suami, tetapi sebagai anak kita pun harus sukses sebagai bukti kerja keras orangtua yang telah menyekolahkan kita.
Silahkan jika kita ingin sukses, kita pun tidak di larang untuk bermimpi, tapi ingatlah definisi sukses itu luas. Apakah kita memaknai kesuksesan itu hanya dari segi materi yang berlimpah, atau dari segi kemuliaan hidup yang kita dapatkan.
Seringnya kita mendefinisikan kesuksesan hanya dengan materi, ada orangtua yang menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi kemudian harapan terbesar orangtua adalah, ketika nanti anaknya lulus dan bekerja mendapatkan gaji besar, kemudian dituntut untuk bisa membantu perekomian keluarga.
Hal ini memang tidak salah, juga bisa jadi tidak benar. Dikatakan salah jika hanya orientasinya hanya timbal balik materi yang pernah di berikan orangtua kepada anaknya, maka disini nilai keikhlasan pun menjadi berkurang. menjadi benar karena sudah kewajiban seorang anak untuk berbakti kepada orangtuanya, membahagiakan orangtua dan saudara-saudaranya.
Di zaman sekarang ini, dengan adanya faham kesetaraan gender yang telah mengakar begitu kuat di masyarakat kita, kadang menjadikan wanita itu tidak percaya diri dengan perannya di ranah domestik.
Jika wanita tidak turut serta di ranah publik, masyarakat masih menganggap hal yang rendahan. Entahlah saya juga tidak memahami hal ini dan merasa ketidakadilan yang menimpa kaum perempuan justru menjadikan kaum perempuan bangga terhadap hal ini.
Mereka rela di gaji sebulan 200 ribu, setiap hari meninggalkan anak dan di asuh oleh oranglain, padahal hati mereka menjerit perih. Ketika harus meninggalkan si buah hati, ingin rasanya menemaninya setiap hari, ingin rasanya  resign dan menikmati kebersamaan dan menyaksikan tumbuh kembangnya langsung, bukan lewat cerita kakek neneknya atau pengasuhnya.
Siapa sih sebetulnya yang memaksa wanita untuk tetap berkarir? Sehingga dia enggan melepaskan label wanita karir, dan menyandang gelar baru sebagai ibu rumah tangga biasa, sehingga begitu sulit dan enggan di lakukan.
Saya sangat sedih ketika melihat hal tersebut, banyak teman-teman saya yang sekarang masih berkarir dan memiliki anak balita terutama, setiap pagi mau berangkat kerja, ada kalanya anak menangis tidak mau lepas dari ibunya. Sedih luar biasa, tetapi bagaimana dengan tugasnya di kantor sudah menunggu. Dan dia lebih memilih untuk tetap meninggalkan anaknya dan tidak menghiraukan tangisnya, hanya di tepis dengan perkataan menenangkan diri untuk sesaat, ah..nanti juga diam sendiri.
Entah apa yang terjadi dirumah dengan anak kita, kita pun tidak tahu. Entah anak itu bisa apa sekarang pun kita sebagai ibunya tidak tahu, segala perkembangan anak kita yang pertama tahu adalah kakek neneknya atau pengasuhnya, apa kita sebagai ibu tidak bersedih.
Tidak ada ibu yang ingin jauh dari anaknya, begitu juga anak ingin selalu lekat dengan ibunya, tidak mau ibunda tercinta meninggalkannya bahkan setiap hari, apalagi di usia balita, yang sudah kita fahami bahwa di usia itulah seharusnya ibu selalu hadir untuk menemaninya, bukan ketika sepulang kerja setelah waktu sisa baru kita membersamainya.
Kualitasnya akan berbeda ketika kita memberikan anak kita dengan waktu yang tersisa, setelah seharian kita bergelut dengan pekerjaan. dan seorang ibu yang seharian penuh membersamai anak, menemaninya bermain sambil belajar.
Disini saya tidak akan berbicara tentang siapa yang paling baik dan siapa yang kurang baik, menjadi ibu sejatinya dimana pun, entah itu di ranah publik atau di ranah domestik itu sebenarnya kita sama-sama bekerja.
 Hanya saja masyarakat kita sekarang ini mengkotak-kotakan, kalau yang bekerja yah berkecimpung di ranah publik kalau yang di ranah domestik itu tidak bekerja, eits..tungu sebentar,  kata siapa di ranah domestik seorang perempuan tidak bekerja? Justru pekerjaan seorang ibu rumah tangga itu tidak ada habisnya, tetapi justru disinilah yang membuat perempuan tidak percaya diri, karena minim penghargaan.
Di masyarakat pedesaan di daerah saya khususnya, masih menganggap anak perempuanya sukses ketika bisa berkarir, entah berapapun itu gajinya harus tetap dijalani, walapun sebetulnya naluri sebagai seorang ibu menjerit, karena meninggalkan anak untuk di asuh oleh oranglain, akhirnya tidak punya pilihan lain untuk tetap menjalani karirnya.
Entahlah apa sebenarnya yang mereka inginkan dalam hidup ini, saya tidak yakin mereka punya satu mimpi yang ingin mereka wujudkan demi keluarga mereka, kalau bukan hanya dari segi kemapanan materi saja.
Akhirnya marilah kita sama-sama bercermin, melihat diri kita sendiri. Sudah pantaskah kita menjadi orangtua, setiap anak itu unik. Anak-anak juga penuh dengan kreatifitas, saya yakin seorang ibu tidak ingin melewatkan tumbuh kembang anaknya barang sedetik pun. tetapi kemudian seorang perempuan apalagi sudah menjadi seorang ibu akan di hadapkan dengan pilihan-pilihan sulit dalam hidupnya.
Aku  pun pernah mengalaminya, berada di posisi yang sangat sulit. Orangtua menginginkan aku tetap berkarir, sedangkan suami ingin aku resign dan fokus mengurus anak, dilema yang sungguh luar biasa.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk resign dan kini menjadi full time mom, yang aku rasakan justru setiap hari aku semakin bersyukur, setiap hari aku semakin bahagia menjalani hidup ini. setiap hari aku bisa memeluk anakku, Setiap hari pula kita bermain bersama, tertawa bersama dan serangakaian kebahagiaan-kebahagiaan yang tidak aku dapatkan dahulu ketika masih bekerja.
Dahulu aku merasa sangat bersalah karena harus menitipkan anak sama orangtua, bukankah aku sudah menyusahkan mereka sedari kecil, masa iya sekarang orangtua pun harus kesusahan merawat anakku juga, menangis pilu hatiku saat itu.
Alhamdulillah allah mengembalikan jalanku, jalan untuk selalu mencintainya. Di berikan waktu yang begitu istimewa setiap hari untuk membersamainya, anak-anak itu tidak akan lama bersama kita.
 Waktu berjalan begitu cepat dan tidak terasa anak kita sudah tumbuh dewasa, dan akan meninggalkan kita. Kita pun harus bersiap akan datangnya waktu itu. sebelum waktu itu datang, Ukir dan patrilah jiwa anak-anak kita, Didik dan rawatlah anak-anak kita dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Jadikan keluarga tempat kembali mereka, sejauh apapun mereka melangkah. Sebagai apapun dia kini berperan, jadikan keluarga adalah tempat berlabuhnya. Untuk menumpahkan segala apa yang ada di benaknya.

Hanya satu hal yang diinginkan anak untuk orangtuanya, dan satu hal pula yang diinginkan orangtua untuk anaknya yakni kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar