Selasa, 11 April 2017

Anak itu adalah cobaan

Nadanya mulai terbata, dadaku pun ikut merasakan sesak, mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya, yah..dia adalah seorang ibu yang menceritakan kisah hidup yang menimpa dirinya.
“ anak itu adalah ujian untuk orangtuanya” begitu katanya, aku pun mulai seksama mendengarkan. Aku pernah yah mba..anakku yang ketiga, ibu itu sebutlah namanya bu cici, mulai mengungkapkan apa yang menjadi keresahan hatinya.
Dulu dia bekerja dan di percaya oleh majikannya, pernah suatu ketika anakku mengidap penyakit kista, dan sang majikan pun menyanggupi mengobati berapun biayanya. Karena telah menganggap anakku sebagai keluarganya sendiri, aku bersyukur dan bahagia ketika anakku bisa di percaya  oranglain sedemikian rupa.  aku pun tidak lantas menyombongkan diri, bahkan aku berkali-kali bilang padanya kalau amanah yang diberikan majikanya harus di jaga dengan baik-baik, kian pun mengangguk dan mengiyakan kata-kata ibunya.
Waktu berjalan dan bu cici di kejutkan dengan kepulangan kian dengan seorang lelaki yang mengantarnya pulang. Kaget..karena setahu bu cici anaknya itu berada di rumah majikannya dan baik-baik saja, lalu kenapa tiba-tiba dia pulang bersama laki-laki, beranglah bu cici.
Sebelumnya sudah ada lelaki baik hati yang mau melamar kian, tetapi kian tolak karena dia tidak menyukainya dan mungkin karena kian sudah menjalin hubungan dengan gatot, bu cici sebetulnya sudah setuju dan merestui jika kian menikah dengan diko. Tetapi mungkin gatot lebih menarik dia mata kian.
Hingga akhirnya kian pun menikah dengan lelaki lain, bukan dengan diko ataupun gatot kekasihnya yang pernah jalan berdua dengannya, entahlah apa sebabnya hingga hubungan mereka harus kandas di tengah jalan, padahal sepertinya sudah sangat dekat sekali, bahkan para tetangga juga mengira kian akan menikah dengan gatot.
Lelaki yang berhasil mempersunting kian adalah nino, dan akad nikah pun di gelar lengkap dengan perhelatannya, satu bulan kemudian bu cici melihat perubahan perut kian yang semakin membuncit, tetapi tidak pernah berfikir macam-macam karena anakku tidak mungkin berbuat demikian. apalagi berbuat yang melanggar norma agama, aku telah mendidiknya sedari kecil kok, mustahil jika kian hamil, begitu yakin bu cici dalam hati.
Apalagi kian yang mempunyai riwayat penyakit kista, semakin membuat bu cici percaya kalau itu adalah kista, kian pun tidak pernah bercerita apapun kepada bu cici. Hingga suatu hari kian merasakan mulas yang amat sangat di perutnya, pak darmo suami bu cici menyarankan agar kian di bawa ke bidan, bu cici pun membantah buat apa kista kok di bawa ke bidan yah..ke dokter saja mungkin perlu tindakan operasi, begitu fikir bu cici.
Pak darmo dan bu cici pun akhirnya membawa kian ke rumah sakit dan pihak rumah sakit langsung memasukan kian ke ruang bersalin, disitu tidak terbersit sedikitpun bahwa kian itu hamil dan sekarang berada di ruang bersalin untuk melahirkan, begitu bodohnya aku apa yah mba??? Begitu cerita bu cici sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam, aku faham bahwa itu adalah cobaan terberat dalam hidupnya. Aku masih menyimak dengan mata mulai basah, merasakan perihnya hati seorang ibu.
Setelah beberapa saat, suster memanggil keluarga pasien dan mengucapkan selamat kalau anak yang telah lahir berjenis kelamin perempun, astaghfirullah ya robb..dunia ini seakan runtuh, bagai tersambar petir di siang bolong. Dan lunglai seketika  tubuh bu cici, tak mampu berkata-kata apapun, untuk melihat kian dan anak yang baru dilahirkannya saja bu cici enggan.
Seperti orang yang kehilangan akalnya berhari-hari bahkan berbulan-bulan, perasaan malu, sakit hati yang luar biasa, merasa di pecundangi anak sendiri dan entahlah bagaimana aku menggambarkan perasaanku mba..begitu ceritanya, sesekali raut mukanya berubah dan aku pun turut merasakan, dan merinding seketika tahu kalau ternyata kian hamil bahkan sebelum menikah.
Dan memang kian hamil bukan dengan nino suaminya, kian hamil dengan pria lain. Yah..mungkin gatot kekasih kian. Tetapi gatot tidak mau bertanggungjawab, dan sungguh aku malu dan aku pasrah, aku minta maaf kepada suami kian mba..bu cici mulai bercerita kembali setelah meneguk air putih.
Aku minta maaf dan aku pasrah jika seandainya nino mau menceraikan kian, bahkan aku juga menyarankan nino untuk menikah lagi, aku ikhlas dan rela. Begitu kata bu cici dengan nada yang masih menyesakkan dada setiap orang yang turut mendengar kisahnya.
Aku terlanjur malu, dan aku tidak tahu. Benar-benar tidak tahu dan seandainya aku tahu tidak mungkin aku menikahkan kian dengan nino mba..aku hanya mengangguk-angguk tanda faham, tetapi apa yang menjadi keputusan nino adalah sungguh bijaksana, begitu aku memuji menantu bu cici.
Iya mba akhirnya nino berkata, kalau dia mau melanjutkan hubungan ini dengan kian, tetapi dengan satu syarat nino tidak mau merawat bayi yang bukan anaknya dan nino memohon agar kejadian ini tidak sampai diketahui oleh keluarga nino.
Dan..sampai hari ini bu cici cerita kepadaku keluarga nino pun tidak ada yang tahu kejadian ini, anak perempuan yang telah di lahirkan dari hubungan terlarang kian dengan lelaki entah itu siapa, disinyalir memang gatot. Tapi entahlah..bu cici juga tidak bisa memastikan karena kian juga tidak berkata terus terang.
Bayi perempuan itu kini di asuh oleh oranglain yang tidak punya anak, duh..kasihan sekali yah. Pernah suatu ketika bu cici mengunjungi cucunya itu, hatinya sedih melihatnya..tetapi entahlah ada kebencian ada rasa sakit di lubuk hatinya, dan biarlah allah yang maha membolak-balikkan hati, menjadikan hati ini tenang dan kuat menjalani ujian ini. Begitu harapan bu cici kala itu.
Waktu berjalan dan kini kian dan nino telah menikah ulang, karena memang begitulah seharusnya. Seorang perempuan hamil itu tidak boleh dinikahi kecuali menunggu anaknya lahir. Dan ninopun mengucapkan ijab kabul untuk yang kedua kalinya, kini mereka telah dikaruniai dua orang anak, bu cici pun telah melupakan kejadian dan tidak berusaha membuka luka lama itu kembali.
Bagi bu cici jika kejadian itu adalah sebuah sinetron kisahnya kini telah usai dan tamat, dan kebersamaan kian dengan nino pun bahagia. Wallahu a’alam bishawab



Tidak ada komentar:

Posting Komentar