Kenapa yah kok
akhir-akhir ini mama jarang sekali telepon, padahal biasanya sering banget
cerita tentang ini dan itu. ketika sinta
telepon balik suka tidak nyambung. Oh iyah..kata adikku memang lagi ada
gangguang signal di rumah.
Sinta berusaha untuk
berfikir positif, walaupun sejujurnya sinta teramat rindu dengan ibundanya
tercinta. Sudah lama mereka tidak ngobrol asyik seperti beberapa minggu yang
lalu, juga ah..ini nih pengaruh signal yang sedang tidak bersahabat.
Sinta terus dan terus
menjejalkan fikiran positif di otaknya, sembari berulang kali pula berusaha
menelepon mama. .duh..lagi-lagi tidak nyambung, oke deh..coba besok lagi
Dan..alhamdulilllah
akhirnya nyambung juga, seperti biasa kita saling menyapa dan menanyakan kabar
masing-masing. Tapi ada yang mengganjal nih kayaknya, nada suara mama tidak
seperti biasanya. Sepertinya ada yang sedang di fikirkan.
Sinta mulai menanyakan
perihal itu “ mama...kenapa?? sepertinya lagi ada yang difikirkan yah?” dengan
nada selembut mungkin, karena sinta tahu dia sedang berbicara dengan orang yang
paling dia hormati dan dia sayangi. Dengan nada datar pun mama menjawab “ tidak
papa”
Akhirmya sinta pun mengganti
topik pembicaraan yang lain, dan tetap sama saja nada bicaranya masih kaku, dan
seakan menyimpan sesuatu tetapi entahlah itu apa, sungguh sinta tidak tahu.
Sinta mencoba merenung
dan berfikir barangkali ada kata-katanya yang pernah menyakiti hati mama,
tetapi apa? Sungguh sinta masih juga bertanya-tanya, hingga akhirnya pagi
harinya sinta telepon lagi mama. Dan yes..langsung nyambung walaupun hanya
beberapa menit dan sungguh bahagia sinta mendengar tawa sang mama.
Alhamdulillah...sinta
sangat lega, dan sinta pun kembali beraktifitas seperti biasanya. Ketika dik
alfan main kerumah sinta sungguh kaget ketika, dik alfan dititipi uang 250.000
katanya uang itu pinjaman mama kemarin, ketika dik dika mau pergi ke bandung.
Sungguh hati sinta
antara tidak percaya, sakit dan entahlah tidak bisa berfikir dan mengartikan
itu semua. Sinta tolak sebetulnya dan suruh bawa pulang lagi, tapi dik alfan
memintaku untuk menerimanaya dahulu, baiklah uang itu saya terima dulu nanti
saya akan kembalikan, insyallah sinta tambah nominalnya.
Dan malam harinya sinta
mencoba menelepon mama, ternyata nada datar dan tidak ingin berbicara pun itu
yang muncul kembali. Sungguh air mata
sinta tumpah ruah saat itu, dan segala apa yang sinta rasakan sinta ungkapkan. Berharap
mama juga akan mengungkapkan hal yang sama, agar kita juga sama-sama lega.
Tetapi tidak...mama
hanya menjawab iya..berulang kali, tetapi tidak berusaha mengungkapkan apa yang
dia rasakan. Itu yang membuat hati sinta semakin perih, kenapa ini? Ada apa
dengan orangtuaku? Sinta pun tanpa malu
dan ragu, meminta maaf kepada mama.
Dan..mama masih saja
diam, tapi sinta tahu mamapun sebetulnya ingin mengungkapkan apa yang dia
rasakan. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal, entahlah itu apa, dan setelah
telepon di tutup masih dengan derai airmata sinta yang belum mau berhenti
berderai, budi suami sinta pun mencoba menenangkan.
Akhirnya dik alfan
bercerita, bahwa yang melarang mama bicara sama sinta adalah dik dika, bukan
tanpa alasan adikku dika berkata demikian kepada mama.
Kecewa...sungguh kecewa
dan tidak habis fikir, kenapa kok dik dika bisa menganjurkan demikian sama
mamanya, apa ingin menjauhkan mama dari anaknya. Tentu saja tidak kan? Bukan itu
maksutnya kan? Tetapi jika akhirnya seperti ini dik dika tahu tidak imbas dari
kata-katanya itu.
Dik dika pernah suatu
ketika main kerumah sinta, dan kebetulan saat itu mendapatkan panggilan kerja
di bandung. Akhirnya berangkatlah dik dika dengan membawa uang 250.000
pemberian suami sinta, budi.
Bahagia sungguh hati
seorang kakak, jika bisa membantu adiknya. Sinta siapkan segala keperluan
adikknya dan tak lupa pula sinta iringi do’a semoga kemudahan dan kesuksesan
senantiasa menaungi adiknya tersayang.
Dan setelah kejadian
itu selesai, dan dik dika pun kembali ke rumah mama. Sinta kira tidak ada
masalah, lah kok malah dik dika sekarang yang menganjurkan mama untuk tidak ngomong
sama sinta, aduh...aku jadi serba bingung deh sekarang.
Kata dik dika,” udah
tidak usah lagi curhat sama mba sinta masalah uang. Sekarang kan mba sinta udah
tidak kerja lagi, semua uang mba sinta kan dari suaminya”. ah..udahlah tidak
enak, nanti ngga enak sama suami mba sinta. Informasi itu sinta dapatkan dari
dik alfan adikku yang kedua.
Astaghfirullah..benar-benar
tidak menyangka dan kenapa kok dik dika bisa bilang seperti itu, bukankah suami
sinta itu juga anaknya mama, kok bisa ada rasa tidak enak segala sama anak
sendiri.
Akhirnya kini mama dan sinta
masih belum bisa berkomunikasi normal seperti dulu lagi, ya sudahlah biarlah
waktu yang akan melunakkan hati mama, dan sama sekali dengan adanya hal ini
sinta tidak membenci dik dika.
Tidak apalah,
kedewasaan berfikir seseorang itu juga butuh proses kok, yah..inilah prosesnya
tetapi sinta juga harus bicara sama dik dika bahwa apa yang dia lakukan itu
kurang benar, dan berpotensi mengadu domba antara kakaknya dan ibunya.
Keikhlasan hati seorang
ibu pun kini sedang diuji, dengan segala peluh keringat yang dia keluarkan
untuk biaya pendidikan anak, dan jika akhirnya anak yang begitu dia
harap-harapkan, kini tidak bisa menjadi tumpuan hidup keluarga, tidak bisa
membantu orang tua dan membantu adik-adik.
Ya robb.. ampunilah
dosa kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di
waktu kecil. amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar