Jumat, 21 April 2017

Hati yang selalu memaafkan


Kenapa yah kok akhir-akhir ini mama jarang sekali telepon, padahal biasanya sering banget cerita tentang ini dan itu.  ketika sinta telepon balik suka tidak nyambung. Oh iyah..kata adikku memang lagi ada gangguang signal di rumah.
Sinta berusaha untuk berfikir positif, walaupun sejujurnya sinta teramat rindu dengan ibundanya tercinta. Sudah lama mereka tidak ngobrol asyik seperti beberapa minggu yang lalu, juga ah..ini nih pengaruh signal yang sedang tidak bersahabat.
Sinta terus dan terus menjejalkan fikiran positif di otaknya, sembari berulang kali pula berusaha menelepon mama. .duh..lagi-lagi tidak nyambung, oke deh..coba besok lagi
Dan..alhamdulilllah akhirnya nyambung juga, seperti biasa kita saling menyapa dan menanyakan kabar masing-masing. Tapi ada yang mengganjal nih kayaknya, nada suara mama tidak seperti biasanya. Sepertinya ada yang sedang di fikirkan.
Sinta mulai menanyakan perihal itu “ mama...kenapa?? sepertinya lagi ada yang difikirkan yah?” dengan nada selembut mungkin, karena sinta tahu dia sedang berbicara dengan orang yang paling dia hormati dan dia sayangi. Dengan nada datar pun mama menjawab “ tidak papa”
Akhirmya sinta pun mengganti topik pembicaraan yang lain, dan tetap sama saja nada bicaranya masih kaku, dan seakan menyimpan sesuatu tetapi entahlah itu apa, sungguh sinta tidak tahu.
Sinta mencoba merenung dan berfikir barangkali ada kata-katanya yang pernah menyakiti hati mama, tetapi apa? Sungguh sinta masih juga bertanya-tanya, hingga akhirnya pagi harinya sinta telepon lagi mama. Dan yes..langsung nyambung walaupun hanya beberapa menit dan sungguh bahagia sinta mendengar tawa sang mama.
Alhamdulillah...sinta sangat lega, dan sinta pun kembali beraktifitas seperti biasanya. Ketika dik alfan main kerumah sinta sungguh kaget ketika, dik alfan dititipi uang 250.000 katanya uang itu pinjaman mama kemarin, ketika dik dika mau pergi ke bandung.
Sungguh hati sinta antara tidak percaya, sakit dan entahlah tidak bisa berfikir dan mengartikan itu semua. Sinta tolak sebetulnya dan suruh bawa pulang lagi, tapi dik alfan memintaku untuk menerimanaya dahulu, baiklah uang itu saya terima dulu nanti saya akan kembalikan, insyallah sinta tambah nominalnya.
Dan malam harinya sinta mencoba menelepon mama, ternyata nada datar dan tidak ingin berbicara pun itu yang muncul kembali.  Sungguh air mata sinta tumpah ruah saat itu, dan segala apa yang sinta rasakan sinta ungkapkan. Berharap mama juga akan mengungkapkan hal yang sama, agar kita juga sama-sama lega.
Tetapi tidak...mama hanya menjawab iya..berulang kali, tetapi tidak berusaha mengungkapkan apa yang dia rasakan. Itu yang membuat hati sinta semakin perih, kenapa ini? Ada apa dengan orangtuaku?  Sinta pun tanpa malu dan ragu, meminta maaf kepada mama.
Dan..mama masih saja diam, tapi sinta tahu mamapun sebetulnya ingin mengungkapkan apa yang dia rasakan. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal, entahlah itu apa, dan setelah telepon di tutup masih dengan derai airmata sinta yang belum mau berhenti berderai, budi suami sinta pun mencoba menenangkan.
Akhirnya dik alfan bercerita, bahwa yang melarang mama bicara sama sinta adalah dik dika, bukan tanpa alasan adikku dika berkata demikian kepada mama.
Kecewa...sungguh kecewa dan tidak habis fikir, kenapa kok dik dika bisa menganjurkan demikian sama mamanya, apa ingin menjauhkan mama dari anaknya. Tentu saja tidak kan? Bukan itu maksutnya kan? Tetapi jika akhirnya seperti ini dik dika tahu tidak imbas dari kata-katanya itu.
Dik dika pernah suatu ketika main kerumah sinta, dan kebetulan saat itu mendapatkan panggilan kerja di bandung. Akhirnya berangkatlah dik dika dengan membawa uang 250.000 pemberian suami sinta, budi.
Bahagia sungguh hati seorang kakak, jika bisa membantu adiknya. Sinta siapkan segala keperluan adikknya dan tak lupa pula sinta iringi do’a semoga kemudahan dan kesuksesan senantiasa menaungi adiknya tersayang.
Dan setelah kejadian itu selesai, dan dik dika pun kembali ke rumah mama. Sinta kira tidak ada masalah, lah kok malah dik dika sekarang yang menganjurkan mama untuk tidak ngomong sama sinta, aduh...aku jadi serba bingung deh sekarang.
Kata dik dika,” udah tidak usah lagi curhat sama mba sinta masalah uang. Sekarang kan mba sinta udah tidak kerja lagi, semua uang mba sinta kan dari suaminya”. ah..udahlah tidak enak, nanti ngga enak sama suami mba sinta. Informasi itu sinta dapatkan dari dik alfan adikku yang kedua.
Astaghfirullah..benar-benar tidak menyangka dan kenapa kok dik dika bisa bilang seperti itu, bukankah suami sinta itu juga anaknya mama, kok bisa ada rasa tidak enak segala sama anak sendiri.
Akhirnya kini mama dan sinta masih belum bisa berkomunikasi normal seperti dulu lagi, ya sudahlah biarlah waktu yang akan melunakkan hati mama, dan sama sekali dengan adanya hal ini sinta tidak membenci dik dika.
Tidak apalah, kedewasaan berfikir seseorang itu juga butuh proses kok, yah..inilah prosesnya tetapi sinta juga harus bicara sama dik dika bahwa apa yang dia lakukan itu kurang benar, dan berpotensi mengadu domba antara kakaknya dan ibunya.
Keikhlasan hati seorang ibu pun kini sedang diuji, dengan segala peluh keringat yang dia keluarkan untuk biaya pendidikan anak, dan jika akhirnya anak yang begitu dia harap-harapkan, kini tidak bisa menjadi tumpuan hidup keluarga, tidak bisa membantu orang tua dan membantu adik-adik.
Ya robb.. ampunilah dosa kedua orangtuaku dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. amin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar