Hujan masih saja
lebat di luar sana, membuat suasana dingin yang semakin menggigil, biasanya
suami sinta akan datang memeluknya dari belakang, di tengah guyuran hujan dari
dalam rumah mereka bercengkrama, bercerita apa saja yang ingin mereka
ceritakan, berkhayal tentang anak-anak dan masa depan mereka, mempunyai rumah
sendiri, bisnis sendiri dan segalanya mereka rancang apik dalam khayalan
mereka, yah…ketika itu mereka belum di karuniai diva dan reno, dua anak sinta
hasil perkawinan dengan suaminya. Kini, telah tumbuh dewasa dan telah menikah
serta memilih untuk tinggal dengan istri dan suami serta anaknya masing-masing.
Tinggal sinta di rumah sendirian, meratapi nasibnya sebagai seorang…disebut
janda juga bukan, seorang wanita yang sudah punya suami tapi entah suamiku
dimana, yah..10 tahun yang lalu suamiku menghianati diriku, dia pergi bersama
wanita lain sehingga si wanita hamil, jangan ditanya seperti apa hatiku kala
itu remuk redam tak berbentuk, suamiku memang bukanlah tipe orang yang selalu
romatis, bahkan beberapakali dia menyiksaku, memukul bahkan menamparku di depan
anak-anak pun pernah suamiku melakukannya, tapi aku berfikir mungkin aku yang
salah sehingga membuatnya marah, selalu dan selalu berfikir positif tentangnya,
jika perlakuan fisiknya
terhadapku aku mudah begitu saja memaafkan, tetapi jika suamiku sampai
mengkhianatiku, dengan pergi dengan wanita lain dan sampai wanita itu hamil, ya
allah…bodohnya aku
jika sampai hari ini pun aku masih bertahan. Yah…aku masih bertahan selama 10
tahun dia mengkhiaatiku, dia yang telah mencoreng wajahku dia buat hatiku
hancur berkeping-keping, tapi aku mencoba menerima keadaan ini dan hatiku aku
usahakan berdamai dengan keadaan, walaupun aku tidak ingin mengenal dan tidak
mau tahu soal perempuan jalang itu, perempuan yang telah menghancurkan rumah
tanggaku, dahulu kenapa aku bertahan itu semata demi anak-anak, yah..anak-anakku masih
kecil dan membutuhkan seorang ayah, apalagi dengan diva yang kala itu sebentar
lagi akan menikah, dia butuh seorang wali dan ayahnya itulah walinya. Sinta
mencoba dan terus mencoba bertahan, segala jurus fikiran positif dia keluarkan
agar kedamaian hati yang sinta dapatkan juga ketegaran jiwa. Walapun itu hanya
terlihat di luar saja, dalamnya hati manusia siapalah yang tahu, hanya allah
sang maha pemilik kehidupan ini yang tahu segalanya.
Hari ini suamiku
berkunjung kerumahku dan aku bertanya “ pak sampun dahar (pak..sudah makan?)”
dan dia tidak menjawab karena masih sibuk dengan hapenya, baiklah aku buatkan
kopi saja untuknya, setelah kopi tersuguh di atas meja di depannya dan aku
duduk saja di depannya seperti
seorang pembantu dengan majikannya, menunggu perintah selanjutnya ataukah di
suruh pergi, lama…aku tunggu tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut
suamiku, aku mencoba menunggu dan bersabar lagi sembari melancarkan jurus
“positive thingking” ku, oh…mungkin suamiku masih sibuk dengan temannya,
baiklah aku yang memulai bertanya dengan nada selembut mungkin agar dia bisa
merespon apa yang aku katakan, “ pak…niki kopine dipun unjuk, takseh
panas..mengken nek sampun adem mboten eco (pak..ini kopinya diminum, mumpung
masih panas, nanti kalau sudah dingin tidak enak) dan tahukah apa repon suamiku
kala itu, dia msih diam seribu bahasa. Ya sudahalah…aku tinggalkan saja dia
pergi ke belakang, mengerjakan apa saja yeng penting aku punya kesibukan, seperti
biasanya kalau siang hari jatah dia berada di rumah sini, dirumahku sebut saja begitu
walapun dahulu kita juga membangun rumah ini dengan penuh susah payah berdua,
dan ketika sore menjelang malam barulah suamiku pulang kerumah perempuan jalang
itu, yah…aku selalu menyebutnya demikian dan entahlah sampai kapanpun rasanya
hati ini tidak mau menerimanya, jika malam telah menjelang aku hanya berada
dirumah sendirian, kadang menanti subuh
terasa begitu lama sekali, detik demi detik berjalan sangat lambat bak siput
saja, resah gelisah sering menghantui malam-malam sinta, apalagi jika dia membayangkan
suaminya sedang berasyik mashuk dengan perempuan jalang itu, ingin rasanya
sinta mati saja, buat apa sinta hidup jika diperlakukan seperti ini, sinta
berusaha untuk menerima segalanya pun suami sinta masih bersikap seperti itu,
dan kini suami sinta tidak berpenghasilan tidak mempunyai pekerjaan setiap hari
yah..kerjaanya pergi dari rumah istri tuanya kemudian sore pulang kerumah istri
mudanya, pagi sudah pulang kesini lagi malam sudah pulang kesana lagi, dan
seperti itu setiap hari. Aku masih berharap suamiku kembali kepadaku, suamiku
kembali seperti dulu kala yang utuh mencitaiku tanpa terbagi hatinya dengan
perempuan lain, tapi…apakah itu mungkin? Perempuan jalang itu lebih muda dan
lebih cantik dariku, aku hanya wanita tua yang tidak pernah bersolek dan buat
apalah aku bersolek jika suamiku juga tidak dirumah, buat apa juga aku tampil
cantik pun suamiku tidak memujiku, bagiku setiap hari adalah neraka dunia, aku
mencoba bersabar dan bertahan dengan semua ini tetapi khayalan-khayalanku tentang
hubungan perempuan jalang itu dengan suamiku selalu menggangguku, ketika malam
tiba aku mebayangkan suamiku sedang bercinta dengannya, aku disini kedinginan
sendirian ingin rasanya
bisa tidur di peluk suamiku..agar bisa sekejap saja tertidur pulas.
Pernah suatu
ketika karena hujan tak kunjung reda sore itu, suamiku akhirnya memutuskan
untuk menginap di rumahku malam itu, tapi terlebih dahulu menelepon perempuan
jalang itu dan dengan
nada manja istri mudanya tak ingin ditinggalkan tapi dengan rayuan gombal khas
ala suamiku kalau besok mau di ajak jalan-jalan, damai juga hati tuh,,perempuan
jalang. Ada kelegaan di hatiku akhirnya suamiku mau menginap juga di rumahku,
Walaupun tidak pernah juga aku di telepon semesra itu. Ku persiapkan diriku
setelah shalat isyak aku ganti sprei
dengan warna ungu kesukaannya, aku beri parfum agar tidak tercim bau apeknya,
aku ingin memakai baju yang bagus dan sedikit bersolek untuknya, berharap dia
kan bergirah lagi padaku seperti awal kita menikah dan menjadi pengantin baru,
suamiku masih asyik saja dengan hapenya, smsan dan sesekali menelepon entah
siapa, ku tunggu dia di kamar dan aku telah siap jika suamiku masuk kamar
nanti, aku panggil dia agar masuk ke kamar “ pak…sampun ndalu..mboten sare
(pak…sudah malam…tidak tidur?) dan akhirnya kata-kata itu keluar juga dari
mulut kekasihnya, suami yang telah lama dirindukannya, untuk sekedar
membelainya saja ah…rasanya syurga dunia itu kembli menjadi miliknya, “
iyah..bentar..” ujar lirih suami sinta di luar sana. Ah…berbunganya hati sinta
dan berharap malam ini menjadi malam yang indah buatnya, tidak seperti
malam-malam sebelumnya yang selalu membiru dan kelabu, akhirnya suami sinta masuk ke dalam kamar dan
wajahnya agak kaget dengan suasana kamar yang begitu romantis dan dengan
dandanan sinta yang tidak seperti biasanya, sinta mencoba
berdiam diri berusaha menyembunyikan
kebahagiaanya juga tidak merespon kekagetan suaminya,
sinta memberi waktu untuk suaminya menikmati malam bersmanya seperti yang dia
khayalkan, benar saja mereka malam itu tidur berdua tetapi sama sekali sinta
tidak disentuh suaminya, sinta yang telah persiapkan semuanya dengan sempurna, sinta yang berpakaian
rapi dan wangi serta
bersolek pun tak membuatnya bergairah seperti dulu kala, sinta hanya menangis
sesenggukan di pojok kamarnya, benarkah suami sinta kini tidak mencintainya
lagi, sekedar menyentuh saja suaminya tidak mau, apakah aku sehina itu? Dan segala
pertanyaan berkecamuk di hatinya, ingin malam
itu sinta pergi dan kabur dari rumah kemudian menuju jembatan dan ingin dia
loncat saja, tapi…sinta masih punya iman dan baiklah jikalau suamiku tidak
menginginkanku lagi, sekedar menyentuhku saja dia tidak mau…oh tuhan..tidak.. untuk mengatakan hal ini
begiku sangat berat, haruskah aku bercerai dengannnya? Haruskah aku berpisah
dengannya? Aku masih mencintainya? Tapi ..apakah dia masih mencintaikuu? Malam itu
sinta habiskan untuk bermesraan dengan rabb nya meminta ampun dan bersujud
serta meminta petunjuk untuk kebaikannya.
Sungguh
anak-anak sinta pun tak perduli padanya, sekedar menengok ibunya saja jarang dilakukan,
sinta sudah tua dan ketika pergi jauh-jauh apalagi naik bis kota sering mual
dan pusing, berharap dan hanya berharap anak dan cucunya bisa mengunjunginya
walapun hanya sebulan sekali atau setiap
hari walapun Cuma beberapa menit menelepon dan menanyakan kabarnya,
duh…alangkah bahagia hati sinta. Tetapi itu juga hanya khayalan saja, sinta
hanya seorang diri meratapi nasibnya di
duakan cinta sucinya oleh suami tercinta, berusaha menerima keadaan dan
bertahan demi anak-anaknya, pun inilah balasan anak-anaknya kepadanya.
Perih…jika di fikir tetapi satu hal yang selalu menguatkan sinta, ada allah
yang selalu menemani malamnya, ada allah yang selalu menemani hari-hari
sepinya, keyakinan itulah yang membuat sinta tetap bertahan dan tidak melupakan
kewajibannya sebagai
hambaNYA. Biarlah…aku hanya bisa berdo’a untuk kebaikan anak-anakku dimanapun
mereka berada, semoga mereka tidak mengalami kepahitan yang aku rasakan,
berilah mereka selalu kebahagiaan ya allah…selalu do’a sinta ketika seusai shalat
fardhu atau sunah.
Sinta hanya
seorang perempuan yang ingin tetap mempertahankan rumah tangganya, walapun
telah porak poranda dan hatinya pun entah
bagaiman kabarnya, harapan demi harapan yang sinta
sematkan di hatinya agar kelak suaminya, kembali kepadanya, kembali mencintainya
dengan utuh tanpa terbagi dengan wanita lain, sepertinya tidak mungkin itu
kembali lagi..itu hanya khayalan dan sinta harus mengakhiri semua ini, sinta
tidak ingin di akhir hidupnya kelak hanya di hinggapi harapan demi harapan
yang justru hanya sebuah khayalan saja, sinta ingin di akhir hidupnya menjadi
manusia yang berguna, manusia yang bermanfaat untuk manusia lainnya, sinta
ingin mengubah hidupnya untuk menjadi lebih bahagia, jika dia yang aku perjuangkan mati-matian
tetapi sedikitpun perasaan iba tidak ada padanya untuk apa hubungan ini tetap
aku lanjutkan, dan setelah sinta berifikir agak lama dan selalu menanyakan hal
ini kepada allah agar dia mempermudah dan memberinya petunjuk yang terbaik, akhirnya
dengan kemantapan hati, esoknya sinta
mengajukan cerai ke pengadilan agama dan tidak berapa lama keputusan hakim
telah di tetapkan bahwa sinta dan suaminya resmi bercerai, ah…sungguh kelegaan
yang luar biasa sinta rasakan menjalar
di hatinya dan seluruh tubuhnya, rantai harapan dan khayalan itu tidak
lagi membelenggunya. Kini sinta menjadi wanita bebas. Masih di temani hujan
yang begitu deras di luar sana, sembari sesekali menyeruput teh tubruk kegemarannya sewaktu suaminya masih setia
dissi disampingnya, menemaninya bercnda dan tertawa bersama, ah..inilah hidup,
semua apa yang terjadi ke depannya biarlah menjadi misteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar