Kamis, 02 Maret 2017

suamiku yang baik hati

Sekian lama aku hidup disini, eh..tidak lama-lama amat sih..malah baru sebentar 7 bulan yang lalu kita memutuskan untuk hijrah dari rumah orangtua untuk hidup mandiri disini jauh dari sanak famili, terasa berat memang awalnya apalagi orang tua yang kala itu masih merasa belum ikhlas,  berjauhan dengan cucu dan anak perempuan Satu-satunya walaupun kami 3 bersaudara tapi aku anak pertama dan perempuan sendiri, begitulah setelah sanak saudara mengantar kepindahanku dan sempat beberapa hari menginap toh..derai air mata itu pun tumpah ruah juga, ya allah rasanya hatiku saat itu tidak pernah membayangkan akan hidup berjauhan dengan orang tua seperti ini, remuk redam tapi semua harus aku jalani dengan ikhlas dan penuh kesabaran karena hakikatnya setelah menjadi seorang istri aku bukanlah tanggungjawab orangtuaku melainkan suamiku yang bertanggung jawab penuh atas diriku dan seharusnya aku sudah bersama suamiku setelah dia mengucapkan kalimat  ijab qobul itu dulu, tapi ambisiku untuk berkarier begitu menggebu, dengan alasan eksplore dirilah..inilah..itulah sehingga suamiku yang baik hati mengizinkan aku untuk tetap tinggal bersama orangtuaku sambil berkarier.

Anak pertama lahir dan ketika jatah cuti habis galau melanda dan aku masih bersikukuh lanjut karier, oke..suamiku yang  baik hati itu masih juga mengizinkan walaupun dia harus seminggu sekali pulang demi bisa menemui istri dan buah hati tercintanya, baginya tidak jadi masalah semua akan dia lakukan demi kebahagiaan kita, waktu berjalan dan galau terus melandaku. apalagi ketika itu ditambah pengetahuanku yang minim tentang ASI perah, hingga kegalauan tidak ada yang mau mengasuh anakku dirumah. Akhirnya si kecil yang kala itu baru akan menginjak 2 tahun sudah di ajak ke pasar sama neneknya, teriris batinku melihatnya, yah..kasihan melihat anakku yang tidak mau ikut ke pasar tetapi harus di paksa-paksa ya allah bodohnya aku kala itu..kasihan juga melihat ibuku yang semakin tua bukannya ringan beban hidupnya malah bertambah berat dengan beban seorang cucu, belum lagi di pasar panas, bau sampah, ya robb..malangnya putraku kala itu, kadang juga berangkat belum mandi juga belum makan. Sementara ibunya berangkat sudah cantik dan wangi, ibu macam apa aku ini? Makian dan cacian yang aku tujukan untuk diriku tidak pernah berhenti bahkan merasa gagal menjadi seorang ibu pun pernah aku rasakan, seperti itu halnya teman-teman ku sesama wanita karier yang juga seorang ibu rumah tangga dan mempunyai anak,  kira-kira alasan kegalauannya tidak jauh berbeda.

Dan betapa sangat bodohnya aku dengan semua itu tidak cukup membuka mata hatiku, dimana rasa iba dan kasih sayang ku yang murni dan suci dari dalam hati? Entahlah..ditambah dengan beban pekerjaan yang lainnya karena kala itu aku juga melamar pekerjaan yang lain. Dasar serakah satu pekerjaan saja tidak cukup sekarang ditambah pekerjaan yang lain, dimana naluri keibuanmu..tega kau biarkan anakmu panas-panasan di pasar sedang kamu enak-enakkan dikantor sambil makan dan minum yang enak, tuh..lihat anakku kelaparan tadi belum sarapan. ..malaikat berulang kali mengucapkan dan aku masih cuek saja, lihat juga suamimu yang sendirian setiap malam di kamar Kost sempit tidak ada yang menemani atau sekedar membuatkan secangkir kopi kau pun abaikan pahala di depan matamu demi atas nama eksplore..ah..apa itu eksplore..lihat juga ketika dia pulang kerumah untuk menemui istrinya kau pun masih berkepala batu dan berhati keras, dimana nuranimu??malaikat terus mengingatkan dan aku masih tak menghiraukan. 

Sungguh ada apa dengan diriku saat itu, dan setelah bertambahnya pekerjaanku semakin sibuklah aku dan semakin tak teruruslah anakku apalagi dengan suamiku yang hanya pulang seminggu sekali dan tidak tahu betapa repotnya aku, setan masih menggelayuti ku dengan terus membuat aku cuek bahkan benci dengan suamiku bahkan setan pun pernah merayuku untuk berpisah dengannya, eits..Kalau yang satu ini tidak akan berhasil karena cinta yang kini ada diantara kita bukan hanya cinta lawan jenis biasa saja, tetapi insyallah allah ridho dengan pernikahan ini dan allah akan selalu melanggengkan hubungannya ini demi untuk lebih mendekatkan diri padaNYA dan untuk selalu beribadah padaNYA. Cek cok mulai sering terjadi diantara kita dan pernah suatu malam suamiku sangat marah padaku, aku dan anakku gemetar luar biasa..takut..karena baru kali ini aku melihatnya semarah itu. Bukan tanpa alasan aku yang menyulutnya, yah...karena waktu itu deadline menanti dan suami pulang ekpektasinya ketika sampai rumah dia akan di sambut oleh istrinya yang berdandan cantik juga anaknya yang berlarian sambil menyebutnya, anakku memang demikian berbeda denganku yang masih sok sibuk dan tak mempedulikan kepulangan suamiku sama sekali, Hingga akhirnya dia marah besar. 

Dan bukan hanya sekali itu saja kita bertengkar bahkan sering hingga akhirnya suamiku yang baik hati memintaku untuk pindah dari rumah orangtua  dan menempati rumah yang belum selesai kita bangun, oh iya..sewaktu kita sering cek-cok itu suamiku sedang berusaha mati-matian mewujudkan sebuah tempat tinggal yang layak untuk anak istrinya, tapi apa yang aku lakukan, bukannya menghibur atau sekedar berempati padanya dan menanyakan sejauh mana pembangunannya, tidak..sama sekali tidak..aku masih saja menjadi manusia yang sombong dan congak, merasa bisa melakukan semuanya sendiri tanpa bantuan orang lain bahkan suamiku ah..aku hidup tanpanya pun aku bisa kok..naudzubillah tsuma naudzubillah begitu congaknya aku, hingga akhirnya dengan masih berdebat aku mengiyakan dan akan ikut pindah bersamanya tapi sekarang, gila tidak tuh..lagi-lagi suamiku yang baik hati dengan lembut memintaku untuk bersabar, dan masih sering berdebat bahkan ketika kita di tempat kerja masing-masing, sampai sempat juga suamiku seakan putus asa dan alhamdulillah allah membukakan pintu hatiku, aku mulai menyadari satu persatu tugas dan kewajibanku sebagai istri dan terutama sebagai ibu, waktu itu bertepatan dengan bulan ramadhan. aku dengan membaca basmallah dan kemantapan hati mengambil keputusan itu. Yah..keputusan untuk hijrah dari rumah orangtua kerumah yang telah dengan susah payah diusahakan suamiku untuk hidup bersama dengan anak istrinya,  dan rumah yang akan menjadi tempat kita beribadah kepadaNYA mendekatkan diri padaNYA serta bersyukur dengan semua yang telah allah karuniakan untuk kita, awalnya suami masih terus mewanti-wanti kalau keputusanku ini bukan karena emosi semata dan tidak akan ada penyesalan di kemudian hari. 

Oke..di hari yang sudah ditentukan aku dan anakku boyongan..suami menunggu dirumah baru kita, dan Sanak keluarga pun turut mengantarkan dan mereka pun satu persatu menangis tatkala akan pulang kembali, hanya do'a yang terbaik yang aku harapkan dari mereka, apa kabar hatiku kala itu ketika melihat orangtuaku dengan sebisa mungkin menahan beratnya berpisah dengan anak dan cucunya, tapi ini keputusanku dan harus aku jalani karena ini yang terbaik menurut agamaku aku meyakinkan dalam hati dan pecah juga air mata kita..sungguh mengharu biru dan jika seandainya bisa, aku ingin mereka tinggal bersamaku disini, yang membuat aku paling mengiris adalah bapakku, yah.. seorang lelaki yang terlihat kuat dan tegar bahkan bisa di bilang bapakku adalah orang yang keras,  sama kerasnya seperti diriku. ternyata  hatinya lembut, terbukti dari airmata yang keluar membasahi pipi tuanya, tidak ada pengharapan lain dariku kecuali do'a dari mereka. Ya allah..beratnya masa adaptasi hingga akhirnya memasuki bulan kedua disini si kecil harus masuk rumah sakit 3 hari karena positif typus, entahlah mungkin karena aku belum becus mengurusnya atau memang aku tidak pantas menjadi seorang ibu. 

Ditengah kegalauan itu suamiku yang baik hati tidak ingin istrinya terkungkung saja dirumah tanpa tahu perkembangan dunia luar, pasanglah Internet dirumah senangnya hatiku rencana sekalian buat buka loket PPOB alhamdulillah sampai sekarang belum terwujud karena kendala printer, dan allah memang maha baik ketika aku berselancar di dunia maya aku bertemu komunitas ibu profesional dan kala itu akan mengadakan matrikulasi batch#2 tanpa fikir panjang oke aku daftar, oh..ternyata berbayar tidak masalah selama masih terjangkau..alhamdulillah terjangkau dan terceburlah aku kedalamnya, dan aku kembali menemukan diriku, menemukan orang - orang satu frekuensi. Yah. .kebanyakan dari mereka sarjana bahkan ada yang magister tak masalah bagi mereka jika  harus menjadi ibu rumah tangga biasa saja, bahkan mereka bangga menjadi seorang ibu. Lantas. .kenapa aku tidak?

begitulah hidup tidak ada yang tahu bagaimana dan seperti apa kita esok hari, tapi suamiku yang baik hati selalu mendo'akan kebaikan -kebaikan untukku, untuk anaknya bahkan dia pun tanpa lelah bekerja seharian rasa capek dan lapar kadang dia tidak perdulikan, ya allah jadikan setiao tetes keringat yang keluar dari tubuh suamiku menjadi penghapus dosanya, dan aku bersaksi bahwa dia adalah suami yang baik hati, suami yang bertanggung jawab. ya allah izinkan kami berkumpul di dunia dan di akhirat kelak, dengan penuh kebahagiaan. amin

2 komentar:

  1. emang baiknya kalau udah berumah tangga tinggal di rumah sendiri ya mba.

    BalasHapus
  2. Diusahakan seperti itu bun..bnyak perbedaan yang aku rasakan..kedewasaan ku juga benar2 ditempa..pola asuh anak juga kita yang tentukan..asyik lah pokoknya..ayo. .hidup mandiri bun..

    BalasHapus